Seperti layaknya kopi yang masih akan terasa pahit walau sudah
diberikan gula, ya seperti gue yang sedang dihantui rasa yang manis tetapi ada
rasa pahit yang muncul karena orang-orang yang tidak tahu apa-apa.
Secara perlahan rasa takut itu pun muncul, yang sebelumnya
sempat gue duga. Rasa takut dimana semua orang sudah mengetahui apa yang gue
rasa, tentang seseorang yang sekarang berpengaruh di hati gue. Walaupun mereka
mengetahui itu tetapi tetap saja mereka belum bisa, dan gak akan bisa
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada gue dan hati gue. Mereka hanya bisa
menanyakan, menertawakan seseorang itu. Memang cemoohan itu akan terlintas
sementara dan mungkin tidak akan gue pedulikan. Waktunya pun akan datang,
perlahan tapi pasti.
Gue harus bisa sadar, kejadian apa yang akan gue hadapi.
Penolakan pun menjadi sebuah alasan mengapa gue harus sadar. Penolakan dimana,
orang-orang yang tidak tahu apa-apa membuat semua menjadi pecah berantakan, dan
tidak akan terlihat utuh dan indah lagi bila dilihat.
Rencana yang gue susun sangat rapi itupun sekarang hanya menjadi
abu dan tidak dapat digunakan lagi. Memang malang keadaan ini. Orang-orang itu
pun tidak mengucapkan maaf, tidak seperti manusia pemilik vespa itu. Dia
mengucapkan kata-kata itu, walau kesalahannya tidak gue pedulikan. Kenapa
orang-orang itu bersikap itu sama gue. Dan gue juga tidak akan terpaku akan
kata-kata orang-orang itu.
Gue akan terus berjalan,
seperti angin yang tidak memedulikan hal-hal disekitarnya. Angin yang sekedar
lewat untuk membahagiakan dan menyejukan orang-orang. Dan gue juga tidak harus
seperti angin yang selalu menyejukkan orang-orang. Tetapi gue juga harus bisa
mementingkan diri gue sendiri. Mementingkan gue, yang akan mencoba untuk
mendapatkannya.
Pertemuan dengannya pun akan tiba, walau entah kapan. Pertemuan
yang mungkin berarti untuk gue, pertemuan yang membuat jantung bergerak dengan
cepat sampai semua orang didunia mendengarnya. Tidak peduli akan hal itu, gue
harus memutuskan untuk tetap bertahan. Pertahanan yang kadang membuat lemah,
tetapi harus tetap diperjuangkan.
Berat memang keputusan itu, tetapi gue akan coba mengangkatnya
sampai bukit keindahan. Walau harus jatuh, walau banyak ranting yang menggangu
perjalan menuju bukit itu.
Gue pun gak takut bila diatas bukit tersebut tidak ada
bunga-bunga yang indah, yang hanya ada disana bebatuan yang sangat keras. Yang
penting gue sudah bisa melewati rintangan perjalanan, dan setelah pulang nanti
gue tidak akan kebukit tipuan itu lagi. Kecewa memang, tetapi lebih kecewa lagi
tidak melihat dan membongkar tipuan itu. Gue pun harus mencari bukit yang ditumbuhi
binatang-binatang dan bunga-bunga yang indah.
Perjalanan untuk memperjuangkannya masih panjang, tidak peduli
kata orang. Gue dapat berjalan sendiri dengan Tuhan, tetapi tanpa orang lain
yang hanya bisa mencemooh. Membuktikannyalah yang paling penting. Dan cara
memperjuangkannya adalah pengalaman yang tersimpan dan tidak akan terlupakan.